Fraksi Gerindra: Perlu Ada Pelurusan Persepsi Publik Soal Dinamika Penyesuaian Anggaran Dalam RAPBD 2026
KALIANDA – Ketua Fraksi Gerindra DPRD Lampung Selatan Amelia Nanda Sari menilai perlu ada pelurusan persepsi publik terkait dinamika penyesuaian anggaran dalam RAPBD 2026.
Fraksi Gerindra menegaskan bahwa penataan ulang postur anggaran oleh pemerintah daerah bukanlah langkah sepihak, melainkan konsekuensi dari sejumlah faktor objektif.
Amelia Nanda Sari diikutip kilaulampung menyampaikan, penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat serta Instruksi Presiden tentang efisiensi belanja daerah menjadi dasar utama dilakukannya rasionalisasi anggaran.
Kebijakan itu juga merupakan mandat regulasi, yakni PP 12/2019 dan Permendagri 77/2020, yang mengatur disiplin tata kelola fiskal.
“Karena itu, kritik soal adanya ‘anomali anggaran’ harus ditempatkan dalam konteks yang benar. Setiap pandangan tentu sah, tetapi harus melihat keseluruhan struktur pendapatan, belanja wajib, dan keterikatan pemerintah daerah terhadap aturan nasional. Mengambil satu data tanpa gambaran utuh bisa memunculkan opini yang keliru,” kata Amelia dikutip, Jumat (21/11/2025).
Fraksi Gerindra mengakui dinamika anggaran memunculkan banyak tanya di masyarakat. Karena itu, DPRD, termasuk Fraksi Gerindra, mengajak seluruh pihak menjaga ruang diskusi tetap konstruktif.
Menurut Amelia, fungsi pengawasan akan dijalankan secara objektif namun tetap dalam semangat kolaboratif sebagai mitra pemerintah daerah.
Sebagai bagian dari koalisi pendukung pemerintahan Egi-Syaiful, Gerindra memastikan bahwa efisiensi bukanlah upaya mengurangi pelayanan publik. Sebaliknya, efisiensi dibutuhkan agar ruang fiskal tetap mampu menopang program prioritas tanpa melampaui batas defisit.
“Kami menghargai kritik dari fraksi lain, namun kami berharap kritik tersebut mencerminkan pemahaman komprehensif atas regulasi dan tantangan fiskal yang sedang kita hadapi bersama. Pada akhirnya yang kami jaga adalah kepercayaan masyarakat, dan itu hanya bisa dicapai lewat komunikasi jujur dan penggunaan data yang lengkap,” ujarnya.
Menyoal besaran belanja tidak langsung yang mencapai Rp1,4 triliun, Gerindra menegaskan bahwa angka tersebut merupakan konsekuensi belanja wajib seperti gaji pegawai, layanan dasar, dan program yang tidak dapat dipangkas secara hukum.
“Dengan penurunan DBH dan kebijakan efisiensi nasional, ruang fiskal kita memang menyempit. Karena itu belanja modal tahun ini menjadi lebih ketat,” jelasnya.
Meski demikian, Gerindra tetap mendorong agar belanja modal diperkuat, khususnya untuk sektor yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Namun peningkatan itu harus dihitung cermat agar tetap sejalan dengan ketentuan PP 12/2019 dan Permendagri 77/2020.
What's Your Reaction?